MASLAHAH
MURSALAH
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Ushul Fiqih
Dosen
Pengampu: Muhammad Saifullah, M.Ag. H.
Disusun
Oleh:
Ratih Dwi Antari
(132411131)
Ahmad Arief Widodo
(132411141)
Anif Nur Alfiyah
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISINIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Ushul
fiqih adalah suatu ilmu yang mampu menguraikan dasar dan metode penetapan hukum
taklif, yakni penempatan manusia sebagai subyek hukum
yang mampu mengaktualisasikan serta menetapkan kapan dan dalam kondisi
bagaimana manusia harus berpegang pada suatu hukum.[1]
Oleh karena itu,
Ushul Fiqih merupakan suatu unsur terpenting yang mempunyai pengaruh luar biasa
dalam pembentukan dan pengembangan hukum islam, khususnya fiqih islam.
Dalam perkembangan islam banyak sekali
dasar yang telah menjadi dasar hukum yang kita ketahui selain Al- Qur’an dan
al- Sunnah, contoh nya : ijma’, Urf dan lain sebagainya. Sebagaimana sudah
menjadi perbincangan para ulama ushul fiqih dan para imam-imam, ada yang
mengakui kehujjahan dari maslahah mursalah dan ada pula yang menolak
kehujjahannya .
II.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang di
atas maka rumusan masalah nya :
a. Apa
pengertian Maslahah Mursalah ?
b. Bagaimana
dasar kehujjahan Maslahah Mursalah ?
c. Apa
syarat berhujjah dengan Maslahah Mursalah
?
d. Apa
saja macam-macam Maslahah Mursalah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah menurut bahasa berarti prinsip
kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam. Juga
dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat).
Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam
ta’rif yang diberikan diantaranya :
1.Imam
Ar-Razi mena’rifkan bahwa maslahah mursalah ialah perbuatan yang bermanfaat yang telah diperintahkan oleh
Musyarri’ (Allah) kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya,
akalnya, keturunannya, dan harta bendanya.
2. Imam Al-ghazali mena’rifkan bahwa maslahah
mursalah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak mudarat.
3. Menurut Imam Muhammad Hasbih As-Siddiqi, maslahah
mursalah ialah memelihara tujuan dengan jalan menolak segala sesuatu yang
merusak makhluk.[2]
Ketiga ta’rif diatas mempunyai tujuan yang sama
yaitu, maslahah mursalah memelihara tercapainya tujuan -tujuan syara’ yaitu
menolak mudarat dan meraih maslahah.
B. Dasar Kehujjahan Maslahah Mursalah
Jumhur Ulama’ menetapkan bahwa maslahah mursalah itu
adalah sebagai dalil syara’ yang dapat digunakan untuk menetapkan suatu hukum.
Alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut :[3]
1. Kemaslahatan
manusia itu terus berkembang dan bertambah mengikuti perkembangan kebutuhan
manusia. Seandainya kemaslahatan- kemaslahatan yang sedang berkembang itu tidak
diperhatikan, sedang yang di perhatikan hanyalah kemaslahatan yang ada nashnya
saja, niscaya banyaknya kemaslahatan- kemaslahatan manusia yang terdapat di
beberapa daerah dan pada masa yang berbeda-beda akan mengalami kekosongan hukum
dan syari’at sendiri tidak dapat mengikuti perkembangan kemaslahatan manusia.
Padahal tujuan syari’at itu adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di
setiap tempat dan masa.
2. Menurut
penyidikan bahwa hukum – hukum, putusan –putusan, dan peraturan yang di
produsir oleh para sahabat dan tabi’in dan imam –imam mujtahidin adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan bersama.
Misalnya :
a. Kebijaksanaan
yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam mengumpulkan Al-Qur’an dan menuliskan
seluruh ayat – ayat nya pada lembaran –lembaran, memerangi orang –orang yang
membangkang membayar zakat dan meunjuk Umar Ibn Khattab untuk menjadi khalifah
sesudah beliau.
b. Putusan
Umar Ibn Khattab mengenai pengesahan talak tiga yang di ucapkan sekaligus,
dengan maksud agar orang tidak mudah saja menjatuhkan talak, tindakan beliau
memberhentikan pemberian zakat kepada orang –orang muallaf, kebijksanaan beliau
mengadak peraturan berbagai macam pajak, dan putusan beliau tidak menjalankan
hukum potong tangan pencuri yang mencuri dalam keadaan lapar dan paceklik.
c. Usaha
Utsman Bin Affan menyatukan kaum Muslimin untuk mempergunakan satu mushaf,
menyiarkannya dan kemudian membakar lembaran –lembaran yang lain.
d. Usaha
Ali Bin Abi Thalib memberantas kaum Syi’ah Rafidhah yang telah berlebih-
lebihan dalam kepercayaan dan tindakan mereka.
e. Fatwa
– fatwa Ulama Hanafiyah agar mufti yang ke gila-gila an (tercela akhlaqnya) dan
tabib – tabib yang bodoh di taruh di bawah perwalian.
f. Tindakan
ulama – ulama Malikiyah menahan dan mengasingkan orang yang tertuduh, agar ia
mengaku apa yang telah diperbuatnya.
g. Ulama
Syafi’iyah mewajibkan qishas atas orang banyak yang membunuh seseorang.
Kemaslahatan yang menjadi tujuan
persyari’atan hukum ini, disebut sebagai maslahah mursalah. Para ulama’
mendasarkan pada maslahah dalam mensyari’atkan hukum ini lantaran mengandung
maslahah, disamping tidak adanya dalil syara’ yang menyalahkannya.[4]
C. Apa syarat berhujjah dengan Maslahah Mursalah
Dalam berhujjah menggunakan mushlahah
mursalah haruslah berhati-hati, sehingga tidak menghasikan syari’at yang
berdasarkan nafsu atau kepentingan kelompok tertentu. Maka, Ulama’ menyusun
syarat berhujjah menggunakan mushlahah mursalah sebagai pembentukan hukum,
karena tujuan dari mushlahah mursalah adalah menciptakan kemaslahatan[5]. Adapun syarat-syarat yang dibina tasyri’ ada
tiga macam, diantaranya sebagai berikut:
1. Mushlahah
hakiki , bukan mashlahah wahamiah (angan-angan[6]).
Hukum yang dihasilkan dari masalah atau
peristiwa, melahirkan kemanfaatan dan menolak
dari kemudharatan. Sebab, jika diambil dari dugaan atau mendatangkan
manfaat tetapi tanpa pertimbangan apakah mashlahah itu bisa lahir lantaran
pembentukkan hukum itu atau tidak berarti mashlahat itu hanya diambil
berdasarkan dugaan semata[7].
2. Mushlahah
bersifat umun
Hukum terhadap suatu peristiwa
mendatangkan manfaat untuk orang banyak, bukan untuk pribadi atau golongan
tertentu. Atau dapat menolak kemudharatan yang menimpa orang banyak[8]. Dengan demikian, kemaslahah itu memberikan
manfaat kepada orang banyak.
3. Mushlahah
tidak bertentangan dengan hukum.
Pembentukan hukum
dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan dengan tata hukum atau dasar
ketetapan. Maka, tuntutan juga kemaslahatan untuk mempersamakan anak laki-laki
dan wanita dalam hal pembagian harta waris, merupakan maslahat yang tidak
dibenarkan. Sebab maslahah yang seperti itu adalah batal[9].
D.
Macam-Macam Maslahah
1. Maslahah Dharuriah
Maslahah dharuriyah adalah perkara-perkara yang menjadi
tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah
kehidupan, merajalelah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat.
Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara yang merupakan
perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan
harta.
2. Maslahah Hajjiyah
Maslahah hajjiyah adalah semua bentuk perbuatan dan tindakan
yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah)
yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan
kesulitan dan menghilangkan kesempitan.
Hajjiyah
ini tidak rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan kepicikan dan
kesempitan, dan hajjiyah ini berlaku dalam lapangan ibadah, adat, muamalah dan
bidang jinayat.
3. Maslahah Tahsiniyah
Maslahah tahsiniyah ialah mempergunakan semua yang layak dan
pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian
mahasinul akhlak. Tahsiniyah ini juga masuk dalam lapangan ibadah, adat,
muamalah, dan bidang uqubat.
Imam
Abu Zahrah menambahkan bahwa termasuk lapangan tahsiniyah, yaitu melarang
wanita-wanita muslimat keluar ke jalan-jalan umum memakai pakaian-pakaian yang
seronok atau perhiasan-perhiasan yang mencolok mata. Sebab hal ini bisa
menimbulkan fitnah dikalangan masyarakat banyak pada gilirannya akan terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan oleh keluarga dan terutama oleh agama.
BAB III
KESIMPULAN
Maslahah
mursalah adalah suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat) dan
memelihara tercapainya tujuan-tujuan syara’ yaitu menolak mudarat dan meraih
maslahah.
Obyek
maslahah mursalah berlanddaskan pada hukum syara’ secara umum juga harus
diperhatikan adat dan hubungan antara satu manusia dengan yang lain. Secara
ringkas maslahah mursalah itu juga difokuskan terhadap lapangan yang tidak
terdapat dalam nash, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menjelaskan
hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu I’tibar.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli
dan Nurol Aen. 2000. Ushul Fiqh.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Umam,Chaerul.Dkk.
1998. Ushul fiqih 1.Jakarta:Pustaka Setia
Mukhtar
Yahya dan Fatchur Rahman. 1986.Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islami.Bandung:PT.AL-MA’ARIF
Abdul
Wahab Khalaf.1996.IlmuUshulul Fiqh.Bandung:Gema Risalah Press
Abdul
Wahab Khalaf.1996.Ilmu Ushul Fiqh. terj. Masdar HelmyBandung:Gema
Risalah Pers
Abdul
Wahab Khalaf.1995.Ilmu ‘Usul Fikh, terj. Halimuddin.Jakarta:PT Rineka
Cipta
[1]
Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh,(Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada)2000, hal. 4
[2]
Chaerul Umam, Dkk, Ushul fiqih 1,
Pustaka Setia, 1998
[3]
Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-Dasar
Pembinaan Hukum Fiqh-Islami(Bandung:PT.AL-MA’ARIF)1986, hal. 107
[4]
Abdul Wahab Khalaf,IlmuUshulul Fiqh,(Bandung:Gema
Risalah Press)1996, hal. 145
[5]
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung:Gema Risalah
Pers, 1996) hal. 142
[6]
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu ‘Usul Fikh, terj. Halimuddin, (Jakarta:PT Rineka
Cipta, 1995), 101
[7]
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal. 146
[8]
Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, hal. 109
[9]
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Masdar Helmy, hal. 146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar