Senin, 05 Mei 2014

MASLAHAH MURSALAH



MASLAHAH MURSALAH
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ushul Fiqih
Dosen Pengampu: Muhammad Saifullah, M.Ag. H.
 






Disusun Oleh:
Ratih Dwi Antari (132411131)
Ahmad Arief Widodo (132411141)
Anif Nur Alfiyah

FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


BAB I
PENDAHULUAN
I.                   LATAR BELAKANG
Ushul fiqih adalah suatu ilmu yang mampu menguraikan dasar dan metode penetapan hukum taklif,  yakni penempatan manusia sebagai subyek hukum yang mampu mengaktualisasikan serta menetapkan kapan dan dalam kondisi bagaimana manusia harus berpegang pada suatu hukum.[1]
Oleh karena itu, Ushul Fiqih merupakan suatu unsur terpenting yang mempunyai pengaruh luar biasa dalam pembentukan dan pengembangan hukum islam, khususnya fiqih islam.
Dalam perkembangan islam banyak sekali dasar yang telah menjadi dasar hukum yang kita ketahui selain Al- Qur’an dan al- Sunnah, contoh nya : ijma’, Urf dan lain sebagainya. Sebagaimana sudah menjadi perbincangan para ulama ushul fiqih dan para imam-imam, ada yang mengakui kehujjahan dari maslahah mursalah dan ada pula yang menolak kehujjahannya .
II.                RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah nya :
a.       Apa pengertian Maslahah Mursalah ?
b.      Bagaimana dasar kehujjahan Maslahah Mursalah ?
c.       Apa syarat berhujjah dengan Maslahah Mursalah ?
d.      Apa saja macam-macam Maslahah Mursalah ?









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah menurut bahasa berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum Islam. Juga dapat berarti, suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (bermanfaat).
Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta’rif yang diberikan diantaranya :
1.Imam Ar-Razi mena’rifkan bahwa maslahah mursalah ialah perbuatan yang  bermanfaat yang telah diperintahkan oleh Musyarri’ (Allah) kepada hamba-Nya tentang pemeliharaan agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya, dan harta bendanya.
2. Imam Al-ghazali mena’rifkan bahwa maslahah mursalah pada dasarnya ialah meraih manfaat dan menolak mudarat.
3. Menurut Imam Muhammad Hasbih As-Siddiqi, maslahah mursalah ialah memelihara tujuan dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak makhluk.[2]

Ketiga ta’rif diatas mempunyai tujuan yang sama yaitu, maslahah mursalah memelihara tercapainya tujuan -tujuan syara’ yaitu menolak mudarat dan meraih maslahah.
B.     Dasar  Kehujjahan Maslahah Mursalah
Jumhur Ulama’ menetapkan bahwa maslahah mursalah itu adalah sebagai dalil syara’ yang dapat digunakan untuk menetapkan suatu hukum. Alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut :[3]
1.      Kemaslahatan manusia itu terus berkembang dan bertambah mengikuti perkembangan kebutuhan manusia. Seandainya kemaslahatan- kemaslahatan yang sedang berkembang itu tidak diperhatikan, sedang yang di perhatikan hanyalah kemaslahatan yang ada nashnya saja, niscaya banyaknya kemaslahatan- kemaslahatan manusia yang terdapat di beberapa daerah dan pada masa yang berbeda-beda akan mengalami kekosongan hukum dan syari’at sendiri tidak dapat mengikuti perkembangan kemaslahatan manusia. Padahal tujuan syari’at itu adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di setiap tempat dan masa.
2.      Menurut penyidikan bahwa hukum – hukum, putusan –putusan, dan peraturan yang di produsir oleh para sahabat dan tabi’in dan imam –imam mujtahidin adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
Misalnya :
a.       Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam mengumpulkan Al-Qur’an dan menuliskan seluruh ayat – ayat nya pada lembaran –lembaran, memerangi orang –orang yang membangkang membayar zakat dan meunjuk Umar Ibn Khattab untuk menjadi khalifah sesudah beliau.
b.      Putusan Umar Ibn Khattab mengenai pengesahan talak tiga yang di ucapkan sekaligus, dengan maksud agar orang tidak mudah saja menjatuhkan talak, tindakan beliau memberhentikan pemberian zakat kepada orang –orang muallaf, kebijksanaan beliau mengadak peraturan berbagai macam pajak, dan putusan beliau tidak menjalankan hukum potong tangan pencuri yang mencuri dalam keadaan lapar dan paceklik.
c.       Usaha Utsman Bin Affan menyatukan kaum Muslimin untuk mempergunakan satu mushaf, menyiarkannya dan kemudian membakar lembaran –lembaran yang lain.
d.      Usaha Ali Bin Abi Thalib memberantas kaum Syi’ah Rafidhah yang telah berlebih- lebihan dalam kepercayaan dan tindakan mereka.
e.       Fatwa – fatwa Ulama Hanafiyah agar mufti yang ke gila-gila an (tercela akhlaqnya) dan tabib – tabib yang bodoh di taruh di bawah perwalian.
f.       Tindakan ulama – ulama Malikiyah menahan dan mengasingkan orang yang tertuduh, agar ia mengaku apa yang telah diperbuatnya.
g.      Ulama Syafi’iyah mewajibkan qishas atas orang banyak yang membunuh seseorang.
Kemaslahatan yang menjadi tujuan persyari’atan hukum ini, disebut sebagai maslahah mursalah. Para ulama’ mendasarkan pada maslahah dalam mensyari’atkan hukum ini lantaran mengandung maslahah, disamping tidak adanya dalil syara’ yang menyalahkannya.[4]
C.    Apa syarat berhujjah dengan Maslahah Mursalah
Dalam berhujjah menggunakan mushlahah mursalah haruslah berhati-hati, sehingga tidak menghasikan syari’at yang berdasarkan nafsu atau kepentingan kelompok tertentu. Maka, Ulama’ menyusun syarat berhujjah menggunakan mushlahah mursalah sebagai pembentukan hukum, karena tujuan dari mushlahah mursalah adalah menciptakan kemaslahatan[5].  Adapun syarat-syarat yang dibina tasyri’ ada tiga macam, diantaranya sebagai berikut:

1.      Mushlahah hakiki , bukan mashlahah wahamiah (angan-angan[6]).
Hukum yang dihasilkan dari masalah atau peristiwa, melahirkan kemanfaatan dan menolak  dari kemudharatan. Sebab, jika diambil dari dugaan atau mendatangkan manfaat tetapi tanpa pertimbangan apakah mashlahah itu bisa lahir lantaran pembentukkan hukum itu atau tidak berarti mashlahat itu hanya diambil berdasarkan dugaan semata[7].

2.      Mushlahah bersifat umun
Hukum terhadap suatu peristiwa mendatangkan manfaat untuk orang banyak, bukan untuk pribadi atau golongan tertentu. Atau dapat menolak kemudharatan yang menimpa orang banyak[8].  Dengan demikian, kemaslahah itu memberikan manfaat kepada orang banyak.

3.      Mushlahah tidak bertentangan dengan hukum.
Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak berlawanan dengan tata hukum atau dasar ketetapan. Maka, tuntutan juga kemaslahatan untuk mempersamakan anak laki-laki dan wanita dalam hal pembagian harta waris, merupakan maslahat yang tidak dibenarkan. Sebab maslahah yang seperti itu adalah batal[9].

D.    Macam-Macam Maslahah
1.   Maslahah Dharuriah
Maslahah dharuriyah adalah perkara-perkara yang menjadi tempat tegaknya kehidupan manusia, yang bila ditinggalkan, maka rusaklah kehidupan, merajalelah kerusakan, timbullah fitnah, dan kehancuran yang hebat. Perkara-perkara ini dapat dikembalikan kepada lima perkara yang merupakan perkara pokok yang harus dipelihara, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
2.   Maslahah Hajjiyah
Maslahah hajjiyah adalah semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada maslahah dharuriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap juga terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan kesempitan.
Hajjiyah ini tidak rusak dan terancam, tetapi hanya menimbulkan kepicikan dan kesempitan, dan hajjiyah ini berlaku dalam lapangan ibadah, adat, muamalah dan bidang jinayat.
3.   Maslahah Tahsiniyah
Maslahah tahsiniyah ialah mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan dicakup oleh bagian mahasinul akhlak. Tahsiniyah ini juga masuk dalam lapangan ibadah, adat, muamalah, dan bidang uqubat.
Imam Abu Zahrah menambahkan bahwa termasuk lapangan tahsiniyah, yaitu melarang wanita-wanita muslimat keluar ke jalan-jalan umum memakai pakaian-pakaian yang seronok atau perhiasan-perhiasan yang mencolok mata. Sebab hal ini bisa menimbulkan fitnah dikalangan masyarakat banyak pada gilirannya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh keluarga dan terutama oleh agama.


BAB III
KESIMPULAN
Maslahah mursalah adalah suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat) dan memelihara tercapainya tujuan-tujuan syara’ yaitu menolak mudarat dan meraih maslahah.
Obyek maslahah mursalah berlanddaskan pada hukum syara’ secara umum juga harus diperhatikan adat dan hubungan antara satu manusia dengan yang lain. Secara ringkas maslahah mursalah itu juga difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu I’tibar.




















DAFTAR PUSTAKA

Djazuli dan Nurol Aen. 2000. Ushul Fiqh.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Umam,Chaerul.Dkk. 1998. Ushul fiqih 1.Jakarta:Pustaka Setia
Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman. 1986.Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islami.Bandung:PT.AL-MA’ARIF
Abdul Wahab Khalaf.1996.IlmuUshulul Fiqh.Bandung:Gema Risalah Press
Abdul Wahab Khalaf.1996.Ilmu Ushul Fiqh. terj. Masdar HelmyBandung:Gema Risalah Pers
Abdul Wahab Khalaf.1995.Ilmu ‘Usul Fikh, terj. Halimuddin.Jakarta:PT Rineka Cipta



[1] Djazuli dan Nurol Aen, Ushul Fiqh,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada)2000, hal. 4
[2]  Chaerul Umam, Dkk, Ushul fiqih 1, Pustaka Setia, 1998
[3] Mukhtar Yahya dan Fatchur Rahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh-Islami(Bandung:PT.AL-MA’ARIF)1986, hal. 107
[4] Abdul Wahab Khalaf,IlmuUshulul Fiqh,(Bandung:Gema Risalah Press)1996, hal. 145
[5] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung:Gema Risalah Pers, 1996) hal. 142
[6] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu ‘Usul Fikh, terj. Halimuddin, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 1995), 101
[7] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal. 146
[8] Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami, hal. 109
[9] Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Masdar Helmy, hal. 146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar