Ekspedisi
Napoeleon Bonaparte
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi
Mata Kuliah: Sejarah
Peradaban Islam
DosenPengampu :
Prof. Dr. H. Mujiono, M.A
Disusun oleh :
Ahmad Arief Widodo
(132411141)
Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dari sisi geografis,
Mesir termasuk wilayah Afrika Dari sisi sejarah dan budaya selama berabad-abad,
Mesir merupakan bagian tak terpisahkan dari asia Barat. Di satu sisi,
bersama-sama dua wilayah lain yang lebih luas, yaitu Suriah dan Irak. Mesir
membentuk satu blok Arab, dan di sisi lain bersama-sama Afrika.
Sebelum ekspedisi
Napoleon, Mesir berada di bawah kekuasaan kaum Mamluk, Dinasti Mamluk di Mesir
adalah dinasti terakhir di dunia Arab untuk abad pertengahan (1250-1800).
Dinasti Mamluk adalah dinasti yang luar biasa karena dinasti ini dihimpun dari
budak-budak yang berasal dari berbagai ras yang dapat membentuk suatu
pemerintah dan oligarki di suatu Negara yang bukan tumpah darah mereka.
Sultan-sultan yang berasal dari bidak-budak ini, pantas mendapatkan acungan
jempol dengan keberhasilannya mendirikan suatu Negara yang kokoh dan kuat.
walaupun pada hakikatnya Mesir merupakan bagian dari kerajaan Utsmani. Namun,
setelah bertambah lemahnya kekuasaan itu, Mesir melepaskan diri dan akhirnya
menjadi daerah otonom.
Makalah ini akan
menjelaskan tentang ekspedisi Napoleon dengan tujuan dan ide-ide yang dibawanya
yang dihasilkan dari revolusi perancis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah tujuan dari ekspedisi Napoeleon
Bonaparte ?
2.
Apakah pembaharuan yang dilakukan Napoeleon
Bonaparte ?
3.
Apa dampak ekspedisi Napoelen Bonaparte ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan Ekspedisi Napoeleon Bonaparte
Selesainya Revolusi Perancis 1789 menjadikan negara tersebut
menjadi negara besar yang mendapatkan saingan dan tantangan dari Inggris.
Inggris pada waktu itu menjalin hubungan yang erat dengan India yang menjadikan
Inggris semakin maju dan meningkat kepentingan-kepentingannya. Maka dari itu,
Napoleon ingin memutuskan hubungan antara
Inggris di Barat dan India di Timur dengan cara meletakkan kekuasaannya
di negara Mesir.
Di samping itu Perancis juga perlu pasaran baru untuk meningkatkan
perindustriannya, karena Mesir merupakan tempat yang strategis untuk
meningkatkan perekonomian dan untuk menguasai kerajaan besar seperti yang
dicita-citakannya, tepatnya adalah Kairo. Napoleon sendiri sebenarnya tidak
serta merta hanya ingin memutuskan hubungan antara Inggris dan India, tetapi
Napoleon nampaknya ingin menjadikan dirinya sebagai penguasa Eropa yang
mengikuti idolanya yaitu Alexander Macedonia yang pernah menguasai Eropa dan
Asia sampai ke India. Oleh karena itu Napoleon sangat menggebu-gebu untuk
segera menguasai Mesir dan meningkatkan industri dan pasaran ekonominya.
Waktu Napoleon melakukan penyerangan Mesir berada di bawah
kekuasaan kaum Mamluk, walaupun sudah ditaklukkan oleh Sultan Salim pada tahun
1517, tetapi hakikatnya daerah ini masih bagian dari Kerajaan Usmani. tetapi
setelah bertambah lemahnya kekuasaan sultan-sultan, Mesir mulai melepaskan diri
dari kekuasaan Istambul dan menjadi daerah otonom.
Setelah jatuhnya prestise sultan-sultan Usmani, mereka tidak mau
lagi tunduk kepada Istambul bahkan menolak pengiriman hasil pajak yang mereka
pungut dengan cara kekerasan dari rakyat Mesir ke Istambul. Syeikh al-Balad
adalah sebutan kepala mereka yang sebenarnya menjadi raja di Mesir pada waktu
itu. Karena mereka bertabiat kasar dan biasanya hanya tahu bahasa Turki dan tak
pandai bahasa Arab, maka hubungan mereka dengan rakyat Mesir tidak begitu baik.
Maka dari itu, Napoleon langsung melakukan serangan ke Mesir karena tahu bahwa
antara Mesir dengan kerajaan Usmani sedang mengalamai komunikasi yang kurang
begitu baik bahkan bisa dibilang buruk. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Napolen
dan pasukannya agar segera menduduki Mesir.
Pertahanan Kerajaan Usmani dan kaum Mamluk yang lemah pada waktu
itu, dapat digambarkan dari perjalanan perang di Mesir. Napoleon mendarat di
Alexandria pada tanggal 2 Juni 1798 dan keesokan harinya kota Pelabuhan
yang penting ini jatuh. Sembilan hari
kemudian, Rasyid, suatu kota yang terletak di sebalah Timur Alexandria, jatuh
pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai di daerah Piramid di dekat
Kairo. Pertempuran terjadi di tempat itu dan Kaum Mamluk yang tak mampu
membendung kekuatan Napoleon, lari ke Kairo. Tetapi di sini mereka tidak
mendapatkan sokongan dari rakyat Mesir, akhirnya mereka lari lagi ke Mesir sebelah
selatan. Dalam jangka waktu tidak sampai tiga minggu, tepatnya tanggal 22 Juli,
Napoleon telah dapat menguasai Mesir. Begitu mudahnya pasukan Napoleon
menguasai Mesir yang melukiskan betapa kuatnya pasukan yang dibawa Napoleon dan
juga ditambah kekuatan Mesir yang tidak begitu maju jika dibandingkan Perancis.
Sebenarnya, sebelum Napoleon melakukan invasi ke Mesir, Perancis
sendiri sedang mengalami konflik dengan negara-negara sekitarnya. Bahkan pada
tahun 1793 Belanda mengumumkan pernyataan perangnya pada Perancis. Perang itu
muncul karena Revolusi Perancis yang diawali pada 1789 berhasil meruntuhkan
monarki serta lembaga-lembaga kefeodalan lainnya, sehingga di satu pihak
menimbulkan kecemasan negara-negara Eropa lainnya yang takut terkena imbas
revolusi. Sementara di lain pihak Perancis harus mempertahankan hasil revolusi
dari ancaman pihak luar yang tak menyukainya. Akibatnya, timbul semacam “perang
ideologis” secara total. Perancis pun dipaksa bersikap ofensif, terutama
setelah Austria dan Prusia mencoba menginvasi Perancis pada 1792. Serangan itu
berhasil dipukul dan Perancis berbalik menjadi agresif, menaklukkan Belanda dan
mendirikan pemerintahan boneka dalam bentuk Bataafsche Republiek (Republik
Bataaf) pada 1795-1806. Selama menjadi protektorat Perancis itu Belanda harus
tunduk kepada Paris, termasuk wilayah jajahannya di Indonesia. Sehingga
tidaklah heran pada tahun-tahun tersebut Perancis tiba-tiba ikut berkuasa di
Indonesia.[1]
Napoleon bersikeras memperluas dan menguasai daerah-daerah di
sekitar Mesir, tetapi ia tidak berhasil. Pada 1798 Napoleon memimpin penyerbuan
Perancis ke Mesir. Langkah ini ternyata merupakan malapetaka. Di darat, umumnya
pasukan Napoleon berhasil, tapi Angkatan Laut Inggris di bawah pimpinan Lord
Nelson mengobrak-abrik armada Perancis. Sementara itu, perkembangan politik di
Perancis menghendaki kehadirannya. Pada akhirnya ia kembali ke Perancis dan
menyerahkan ekspedisi tersebut kepada Jendral Kleber. Dalam pertempuran yang
terjadi di tahun 1801 dengan armada Inggris, kekuatan Perancis di Mesir
mengalami kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan mesir pada
tanggal 31 Agustus1801.
Menurut sumber lain mengatakan bahwa Pada tanggal
2 Juni 1798 M, ekspedisi Napoleon
mendarat di Alexandria (Mesir) dan berhasil mengalahkan Mamluk sehingga
berhasil menguasai Kairo. Setelah ditinggal Napoleon digantikan oleh Jenderal
Kleber dan kalah ketika bertempur melawan Inggris. Dan pada saat bersamaan
datanglah pasukan Sultan Salim III ( Turki Usmani) pada tahun 1789-1807 M dalam
rangka mengusir Prancis dari Mesir. Salah satu tentara Turki Usmani adalah
Muhammad Ali yang kemudian menjadi gubernur Mesir di bawah Turki Usmani.[2]
Menurut Philip K. Hitti, Napoleon Bonaparte mendarat di
Iskandariyah pada Juli 1798 dengan tujuan menghukum kaum Mamluk yang dituduh dalam pidato
kedatangannya dalam bahasa Arab sebagai muslim yang tidak baik, tidak seperti
dirinya dan orang Perancis untuk mengembalikan kekuasaan Porte. Tujuan utamanya
melancarkan serangan hebat kepada kerajaan Inggris dengan cara memutus jalur
komunikasinya dengan wilayah Timur, sehinga ia memiliki daya tawar untuk
menguasai dunia. Akan tetapi penghancuran armada Perancis di Teluk Aboukir (1
Agustus 1798), tertahannya ekspedisi di Akka (1799) serta kekalahan pertempuran
Iskandariyah (21 Maret 1801) menggagalkan ambisi Napoleon di Timur.[3]
Sedikit flashback bahwa Mesir
menjadi wilayah Islam pada zaman
khalifah Umar bin Khattab pada 640 M,
Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan
gubernur di sana. Kemudian diganti oleh
Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah
satu sebab terbunuhnya Usman ra. Mesir menjadi
salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada
zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah (sampai tahun 567 H) yang mendirikan
Al-Azhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan perang salib dan
perjanjian ramalah mengenai Palestina, dinasti Mamluk (648-922 H) sampai
ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani.[4]
B.
Pembaharuan Napoeleon Bonaparte
Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara, tetapi
terdapat 500 kaum sipil dan 500 wanita. Diantara kaum sipil itu terdapat 167
ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ekspedisi itu datang bukan hanya
untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Untuk hal
ilmiah tersebut dibentuk suatu lembaga ilmiah bernama Institute d’Egypte, yang
mempunyai empat bagian: Bagian ilmu pasti, Bagian Ilmu Alam, Bagian
Ekonomi-Politik, dan Bagian Sastra-Seni.
Institute d’Egypte boleh dikunjungi orang Mesir, terutama para
Ulamanya, yang diharapkan oleh ilmuwan-ilmuwan Perancis yang bekerja
dilembaga-lembaga itu, yang akan menambah pengetahuan mereka tentang Mesir,
adat-istiadatnya, bahasa dan agamanya. Di sinilah orang-orang Mesir dan umat
Islam untuk pertama kalinya mempunyai kontak langsung dengan peradaban Eropa
yang baru lagi asing bagi mereka itu.
Abd al-Rahman al-Jabarti, seorang Ulama dari Al-Azhar dan penulis
sejarah, pernah mengunjungi lembaga itu di tahun 1799. Yang menarik
perhatiannya ialah perpustakaan besar yang didalamnya bukan hanya berisi buku
dari bahasa Eropa saja, tetapi juga banyak buku agama dalam bahasa Arab, Persia
dan Turki. Sebagian dari tentara yang dibawa Napoleon memang terdapat kaum
orientalis yang akan menerjemahkan perintah dan maklumat-maklumat Napoleon ke
dalam bahasa Arab.
Alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk
percobaan kimiawi, dan sebagainya, eksperimen-eksperimen yang dilakukan
dilembaga itu, kesungguhan orang Perancis bekerja dan kegemaran mereka pada
ilmu-ilmu pengetahuan, semua itu ganjil dan menakjubkan bagi al-Jabarti.
Kesimpulan tentang kunjungan itu ia tulis dengan kata-kata berikut:
“Saya lihat disana benda-benda dan opercobaan-percobaan ganjil yang
menghasilkan hal-hal yang besar dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada
diri kita.”[5]
Demikianlah kesan seorang cendekiawan Islam waktu itu terhadap
kebudayaan Barat. Ini menggambarkan betapa mundurnya umat Islam di ketika itu.
Keadaan menjadi terbalik180 derajat. Kalau di periode Klasik orang Barat yang
kagum melihat kebudayaan dan Peradaban Islam, di periode Modern Kaum Islam yang
heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat.
Di masa tahun-tahun kekuasaanya, Napoleon melakukan perombakan
besar-besaran dalam sistem administrasi pemerintahan yang ada di Perancis serta
daerah-daerah yang telah dikuasainya. Misalnya, dia merombak struktur keuangan
dan kehakiman, dia mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis, serta
menyentralisir administrasi.
Meskipun perubahan ini mempunyai makna penting, tetapi perubahan
ini tidak serta merta diterima oleh semua kalangan terlebih untuk negara yang
awalnya berbentuk kerajaan. Jadi perombakan yang dilakukan Napoleon butuh
jangka panjang untuk bisa diterima oleh semua golongan. Tetapi ada salah satu
perombakan yang dilakukan oleh Napoleon yang mempunyai daya pengaruh melampaui
batas negeri Perancis sendiri. Yaitu, penyusunan apa yang termasyhur dengan
sebutan Code Napoleon. Dalam banyak hal, code ini mecerminkan ide-ide Revolusi
Perancis. Misalnya, di bawah code ini tidak ada hak-hak istimewa berdasarkan
kelahiran dan asal-usul, semua orang sama derajat di mata hukum. Secara umum, code
itu moderat, terorganisasi rapid an ditulis dengan ringkas, jelas, dapat
diterima, serta mudah dipahami. Akibatnya, code ini tidak hanya berlaku di
Perancis (hukum perdata Perancis yang berlaku sekarang hampir mirip dengan code
Napoleon itu) tetapi juga diterima pula di negeri-negeri lain dengan
perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keperluan setempat.[6]
Selain kemajuan itu, Napoleon juga membawa ide-ide baru yang
dihasilkan revolusi Perancis, seperti:
1.Sistem pemerintahan republik yang di dalamnya kepala negara
dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada udang-undang dasar dan bisa
dijauthkan oleh parlemen. Sistem ini berlainan sekali dengan sistem
pemerintahan raja-raja Islam, yang tetap menjadi raja selama ia masih hidup dan
kemudian digantikan oleh anaknya, tidak tunduk kepada konstitusi atau parlemen,
karena konstitusi dan parlemen tidak ada dalam system kerajaan itu.
2. Ide persamaan (egalite) dalam arti samanya kedudukan dan turut
sertanya rakyat dalam soal pemerintahan.
3. Ide kebangsaan yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa
orang Perancis merupakan suatu bangsa dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing
dan datang ke Mesir dari Kaukasus, jadi sungguhpun orang Islam tetapi berlainan
bangsa dengan orang Mesir.[7]
Inilah beberapa dari ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon ke
Mesir, ide-ide yang pada waktu itu belum mempunyai pengaaruh yang nyata bagi
umat Islam di Mesir. Tetapi dalam perkembangan kontak dengan Barat di abad
ke-19 ide-ide itu makin jelas dan kemudian diterima dan dipraktekkan.
Jadi bisa disimpulkan bahwa pembaharuan yang dibawa Napoleon
meliputi pembaharuan dibidang teknologi, yang mana masyarakat Mesir pada waktu
itu masih belum mengenal teknologi modern seperti orang-orang Eropa. Serta
pembaharuan di bidang Pemerintahan yang mana Napoleon merombak habis-habisan
sistem yang sudah berlaku di Mesir sebelumnya, dari mulai sistem kerajaan yang
dulunya bersifat kerajaan yang absolut dirombak menjadi sistem republik yang
moderat.
C.
Dampak dari Ekspedisi Napoeleon Bonaparte
Dampak
yang dirasakan oleh masyarakat Mesir sangatlah besar. Yang paling besar adalah
dampak psikologis yang dirasakan masyarakat. Karena mereka yang sebelumnya
tidak pernah tahu sama sekali tentang kecanggihan teknologi begitu Napoleon dan
tentaranya masuk menguasai Mesir, masyarakat dipertontonkan dengan segala
kemajuan yang ada di Barat. Itu berdampak pada psikologis seseorang yang mana
mereka sangat kagum, bagaimana bisa orang-orang Barat memiliki peralatan yang
serba canggih sedangkan mereka (Mesir) tidak memilikinya. Mereka mulai
diperkenalkan dengan perkembangan ilmu sains dan teknologi modern yang dibawa
armada Napoleon seperti, teleskop, mikroskop, alat-alat percobaan kimiawi dan
sebagainya.
Bagaimanapun, ekspedisi Napoleon telah membuka mata umat Islam
Mesir akan kelemahan dan kemunduran mereka.[8]Selain
itu, penguasaan Napoleon terhadap mesir juga membawa keberkahan tersendiri,
karena dengan Perancis menguasai Mesir memberikan dampak yang bisa menimbulkan
kesadaran komunal masyarakat Mesir untuk melawan hegemoni penjajah.
BAB III
PENUTUP
Ekspedisi
Napoleon datang ke Mesir bukan hanya dalam kepentingan militer tetapi juga
untuk keperluan ilmiah. Tujuan napoleon sebenarnya adalah melancarkan serangan
hebat pada kerajaan Inggris dengan cara memutus jalur komunikasinya dengan
wilayah India di Timur, sehingga ia memiliki daya tawar untuk menguasai dunia.
Dia ingin mengikuti jejak Alexander Macedonia yang dapat menguasai Eropa dan
Asia sampai ke India. Namun, ambisinya gagal karena adanya intervasi Inggris
Raya dan Utsmaniyyah. Setelah adanya aliansi militer resmi pertama kali antara
Utsmaniyyah dan Negara-negara non muslim.
Selain itu, Napoleon membawa ide-ide baru akibat dari revolusi
Perancis ke Mesir, antara lain: sistem pemerintahan republik, ide persamaan,
dan ide kebangsaan. Itulah beberapa dari ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon
ke Mesir, yang pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umat
Islam di Mesir. Tetapi dalam perkembangan kontak dengan Barat di abad
Kesembilan belas, ide-ide itu makin jelas dan kemudian diterima sekaligus
dipraktekkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hitti,
Philip K. History of The Arabic. (Terj. R. Cecep Lukman). Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta
http//wikipedia_pembaharuan
napoleon_pembaharuan Islam di Mesir/load.html
Lanza,
Conrad H. 2010. Napoleon dan Strategi Perang Modern. Terj. Gatot Triwira.
Depok: Komunitas Bambu
Mubarok,
Jaih. 2008. Sejarah Perdaban Islam. Bandung: Pustaka Islamika
Nasution,
Harun. 2011. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:
Bulan Bintang
Sihbudi, M. Riza dkk. 1993. Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah.
Bandung: PT. Eresco
[1] http//wikipedia_pembaharuan
napoleon_pembaharuan Islam di Mesir/load.html
[2] Jaih
Mubarok, Sejarah Perdaban Islam, (Bandung: Pustaka Islamika,2008), cet. I, h.
227
[3] Philip
K. Hitti, History of The Arabic, (Terj. R. Cecep Lukman), (Jakarta: PT. Serambi
Ilmu Semesta), h. 924
[4] M.
Riza Sihbudi dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah, (Bandung: PT. Eresco,
1993), h. 82
[5] M.Q.
al-Baqli, ed., al-Mukhtar Al-Mukhtar Tarikh al-Jabarti (Kairo: Matabi’
al-Sya’b, 1958), h. 287
[6] Conrad
H. Lanza, Napoleon dan Strategi Perang Modern, (Terj. Gatot Triwira), (Depok:
Komunitas Bambu, 2010), Cet. I, h. xxi
[7] Harun
Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: PT
Bulan Bintang, 2011, cet. XIV), h. 25
[8] Ibid.,
h. 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar